Kamis, 06 November 2014




“Konservasi Permainan Tradisional”
Oleh : Wawan Supriatna, S.Sn

Sebagai pelestarian budaya, permainan tradisional “kaulinan” perlu kita perkenalkan dan kita tanamkan pada anak-anak kita sejak dini. Permainan tradisional tak kalah serunya dan tak kalah pula manfaatnya sebagai kegiatan edukasi dan mengembangkan kreatifitas. Permainan tradisional sangat memupuk semangat kerjasama/kebersamaan, mempererat silaturahmi, mengembangkan bakat, meningkatkan daya konsentrasi dan kreatifitas, serta menyehatkan tubuh dan pikiran. Permainan tradisional ini tidak hanya bermanfaat bagi anak-anak, namun untuk kalangan dewasa, orang tua dan manula pun sangat berpeluang besar untuk memanfaatkannya. Pertama setelah kami melakukan riset beberapa tahun di Komunitas Hong Indonesia (Pusat Kajian Permainan Tradisional), permainan tradisional ini ternyata bisa menjadi sebuah media terapi. Penyakit stres ringan atau dalam bahasa anak masa kini sering disebut “kegalauan/Galau” bisa dinetralisir, yakni dengan rutin mengikuti kegiatan permainan tradisional.

Kami “Wahana Satya Sunda” adalah komunitas yg bergerak pada konservasi seni dan budaya tradisional pada umumnya. Media pelestarian akan seni dan budaya tradisional sangatlah penting untuk mengimbangi modernisme yang semakin menyeret bahkan menggempur kita pada tatanan hidup serba instan, mewah (konsumerisme) dan bergaya kebarat-baratan, sementara budaya ketimuran kita tertimbun dalam dan dilupakan. Bukan bermaksud melawan modernitas tapi ini sebagai bentuk sikap pertahanan untuk kearifan budaya lokal yang kita yakini sebagai nilai-nilai warisan leluhur (tradisional). Kami mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk terus menggali potensi budaya lokal dan tradisional kita untuk kita jadikan sebagai edukasi/pendidikan terhadap anak-anak, aset budaya dan pariwisata yang memiliki nilai-nilai estetika.

Muatan edukasi Permainan tradisional sangatlah banyak, setiap permainan mengandung makna dan nilai terhadap pelajaran yang kita dapatkan di sekolah. Sebagai contoh ; Permainan gatrik melatih logika matematika, permainan congklak memacu social-enterpreneur, permainan egrang melatih keberanian, permainan bedil jepret mengasah ilmu fisika, dan lain sebagainya. Intinya dalam semua jenis permainan tradisional tidak hanya “bermain” tetapi bagi saya adalah belajar, bekerja, mengasah otak, pikiran dan rasa “hati.
Permainan itu tidak hanya sekedar alat atau media komunal dan menjadi bahan perekat sosial. Atau, dalam istilah lain mengutip Prof. Jakob Sumardjo, permainan dimaknai sebagai ‘a play’. Permainan adalah media untuk mengembangkan diri, secara fisik, otak, maupun hati–dalam istilah sekarang, aspek motorik, kognitif, dan afektif-nya.

Tidak bisa kita pungkiri permainan modern banyak masuk kedalam kehidupan anak kita, akan tetapi itu sifatnya tekhnologi yang mengandalkan hasil antara “menang” dan “kalah”, bukan sebagai kreatifitas multifungsional. Berbeda dengan permainan tradisional yang bisa kita buat dari media alam sekitar, yang kita bikin, kita gunakan dan kita banggakan. Sebagai contoh ; “ seorang anak bikin keris-kerisan dari media daun kelapa (bahan Janur) dengan cara dianyam, ia akan merasa bangga dengan bikinannya ketimbang punya mainan mobil-mobilan hasil dibeli orangtuanya dari mall”. Suatu kebanggaan tersendiri bagi anak atas kreatifitasnya sendiri. Bagus dan jeleknya hasil dari kreatifitas si anak bukanlah nilai akhir, akan tetapi kreatifitas dan kemampuannya dalam membuat suatu mainan tersebut yang menjadi sebuah nilai estetik.

Saya sangat tertantang untuk terus ikut andil dalam pelestarian permainan tradisional ini, setelah senior saya Kang Zaini Alif berhasil membentuk “Komunitas HONG” melakukan banyak penelitian mengenai permainan tradisional nusantara bahkan permainan dunia hingga beliau menyelesaikan tesis S2-nya tentang “kajian permainan tradisional”, kini beliau sedang menyelesaikan S3 sebagai Profesor Mainan. Cukuplah bangga saya mempunyai senior sekaligus sahabat dan teman bertukar pikiran. Dari awal berdirinya “komunitas HONG” yang dibentuk kang Zaini Alif saya sudah “icikibung”/banyak terlibat dalam permainan tradisional bersama kang Zaini Alif, hingga saat ini saya mencoba membentuk “komunitas Wahana Satya Sunda” di tempat kelahiran saya, kampung Cikubang desa Citali kec. Pamulihan kab. Sumedang, yakni Wahana Satya Sunda adalah sebagai media konservasi seni dan budaya sunda pada khususnya, serta budaya nusantara pada umumnya. Kang Zaini sempat mengutarakan satu impiannya kepada saya. Ia ingin Indonesia memiliki museum permainan tradisional. “Kenapa tidak? Kita punya 800 lebih permainan. Jepang saja yang punya 200-an sudah memiliki museum anu “hade”/(bagus)”. 

Konservasi permainan tradisional ini saya awali dengan memberikan program workshop kepada guru-guru TK, PAUD dan Sederajat, serta guru-guru SD, yakni mengenai permainan tradisional dan jenis-jenisnya hingga pada pelestariannya sebagai materi bahan ajar para guru di sekolahnya masing-masing. Semoga program “konservasi permainan tradisional” ini mampu menggerakan nyali saya untuk terus melestarikan warisan budaya hingga tercapailah angan-angan saya untuk menjadikan kampung ini sebagai wisata budaya.

Terimakasih kepada seluruh peserta workshop kali ini, semoga bermanfaat dan melahirkan ide-ide dan gagasan baru untuk terciptanya kearifan budaya lokal. Saya mengajak anda  bergaya seperti anak kecil mengajak hompimpa sebagai simbol: “Hompimpa alaihum gambreng!” artinya “Dari Tuhan kembali ke Tuhan (ceuk Kang Zaini).” Mari bermain, tapi tidak main-main…!
Pesan terakhir saya : Jangan takut bermain “seharusnya sebuah kejujuran mampu menggerakan nyali”.


Wassalam!

Penulis
Bandung, 6 November 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar