“Konservasi
Permainan Tradisional”
Oleh
: Wawan Supriatna, S.Sn
Sebagai
pelestarian budaya, permainan tradisional “kaulinan”
perlu kita perkenalkan dan kita tanamkan pada anak-anak kita sejak dini. Permainan
tradisional tak kalah serunya dan tak kalah pula manfaatnya sebagai kegiatan
edukasi dan mengembangkan kreatifitas. Permainan tradisional sangat memupuk
semangat kerjasama/kebersamaan, mempererat silaturahmi, mengembangkan bakat,
meningkatkan daya konsentrasi dan kreatifitas, serta menyehatkan tubuh dan
pikiran. Permainan tradisional ini tidak hanya bermanfaat bagi anak-anak, namun
untuk kalangan dewasa, orang tua dan manula pun sangat berpeluang besar untuk
memanfaatkannya. Pertama setelah kami melakukan riset beberapa tahun di
Komunitas Hong Indonesia (Pusat Kajian
Permainan Tradisional), permainan tradisional ini ternyata bisa menjadi sebuah
media terapi. Penyakit stres ringan atau dalam bahasa anak masa kini sering
disebut “kegalauan/Galau” bisa dinetralisir, yakni dengan rutin mengikuti
kegiatan permainan tradisional.
Kami
“Wahana Satya Sunda” adalah komunitas
yg bergerak pada konservasi seni dan budaya tradisional pada umumnya. Media pelestarian
akan seni dan budaya tradisional sangatlah penting untuk mengimbangi modernisme
yang semakin menyeret bahkan menggempur kita pada tatanan hidup serba instan,
mewah (konsumerisme) dan bergaya kebarat-baratan,
sementara budaya ketimuran kita tertimbun dalam dan dilupakan. Bukan bermaksud
melawan modernitas tapi ini sebagai bentuk sikap pertahanan untuk kearifan budaya
lokal yang kita yakini sebagai nilai-nilai warisan leluhur (tradisional). Kami mengajak seluruh
lapisan masyarakat untuk terus menggali potensi budaya lokal dan tradisional
kita untuk kita jadikan sebagai edukasi/pendidikan terhadap anak-anak, aset
budaya dan pariwisata yang memiliki nilai-nilai estetika.
Muatan
edukasi Permainan tradisional sangatlah banyak, setiap permainan mengandung
makna dan nilai terhadap pelajaran yang kita dapatkan di sekolah. Sebagai contoh
; Permainan gatrik melatih logika matematika,
permainan congklak memacu social-enterpreneur, permainan egrang melatih keberanian, permainan bedil
jepret mengasah ilmu fisika, dan lain sebagainya. Intinya dalam semua jenis
permainan tradisional tidak hanya “bermain”
tetapi bagi saya adalah belajar, bekerja, mengasah otak, pikiran dan rasa “hati”.
Permainan
itu tidak hanya sekedar alat atau media komunal dan menjadi bahan perekat
sosial. Atau, dalam istilah lain mengutip Prof. Jakob Sumardjo, permainan
dimaknai sebagai ‘a play’. Permainan
adalah media untuk mengembangkan diri, secara fisik, otak, maupun hati–dalam
istilah sekarang, aspek motorik, kognitif, dan afektif-nya.
Tidak
bisa kita pungkiri permainan modern banyak masuk kedalam kehidupan anak kita,
akan tetapi itu sifatnya tekhnologi yang mengandalkan hasil antara “menang” dan “kalah”, bukan sebagai kreatifitas multifungsional. Berbeda dengan
permainan tradisional yang bisa kita buat dari media alam sekitar, yang kita
bikin, kita gunakan dan kita banggakan. Sebagai contoh ; “ seorang anak bikin keris-kerisan dari media daun kelapa (bahan Janur)
dengan cara dianyam, ia akan merasa bangga dengan bikinannya ketimbang punya
mainan mobil-mobilan hasil dibeli orangtuanya dari mall”. Suatu kebanggaan
tersendiri bagi anak atas kreatifitasnya sendiri. Bagus dan jeleknya hasil dari
kreatifitas si anak bukanlah nilai akhir, akan tetapi kreatifitas dan
kemampuannya dalam membuat suatu mainan tersebut yang menjadi sebuah nilai estetik.
Saya
sangat tertantang untuk terus ikut andil dalam pelestarian permainan
tradisional ini, setelah senior saya Kang Zaini Alif berhasil membentuk “Komunitas HONG” melakukan banyak penelitian
mengenai permainan tradisional nusantara bahkan permainan dunia hingga beliau
menyelesaikan tesis S2-nya tentang “kajian permainan tradisional”, kini
beliau sedang menyelesaikan S3
sebagai Profesor Mainan. Cukuplah bangga saya mempunyai senior sekaligus sahabat
dan teman bertukar pikiran. Dari awal berdirinya “komunitas HONG” yang dibentuk kang Zaini Alif saya sudah “icikibung”/banyak terlibat dalam
permainan tradisional bersama kang Zaini Alif, hingga saat ini saya mencoba
membentuk “komunitas Wahana Satya Sunda”
di tempat kelahiran saya, kampung Cikubang desa Citali kec. Pamulihan kab.
Sumedang, yakni Wahana Satya Sunda adalah sebagai media konservasi seni dan
budaya sunda pada khususnya, serta budaya nusantara pada umumnya. Kang Zaini
sempat mengutarakan satu impiannya kepada saya. Ia ingin Indonesia memiliki
museum permainan tradisional. “Kenapa tidak? Kita punya 800 lebih permainan.
Jepang saja yang punya 200-an sudah memiliki museum anu “hade”/(bagus)”.
Konservasi
permainan tradisional ini saya awali dengan memberikan program workshop kepada
guru-guru TK, PAUD dan Sederajat, serta guru-guru SD, yakni mengenai permainan
tradisional dan jenis-jenisnya hingga pada pelestariannya sebagai materi bahan
ajar para guru di sekolahnya masing-masing. Semoga program “konservasi
permainan tradisional” ini mampu menggerakan nyali saya untuk terus
melestarikan warisan budaya hingga tercapailah angan-angan saya untuk
menjadikan kampung ini sebagai wisata budaya.
Terimakasih
kepada seluruh peserta workshop kali ini, semoga bermanfaat dan melahirkan ide-ide
dan gagasan baru untuk terciptanya kearifan budaya lokal. Saya mengajak anda bergaya seperti anak kecil mengajak hompimpa
sebagai simbol: “Hompimpa alaihum
gambreng!” artinya “Dari Tuhan
kembali ke Tuhan (ceuk Kang Zaini).” Mari bermain, tapi tidak main-main…!
Pesan
terakhir saya : Jangan takut bermain “seharusnya
sebuah kejujuran mampu menggerakan nyali”.
Wassalam!
Penulis
Bandung,
6 November 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar